Jumat, 21 April 2017

Contoh kasus pertemuan ke 2

 Contoh kasus logoterapi penerapan teknik De- reflection

Contoh kasus berikutnya dikutip dari hasil penelitian oleh Suprapto (2013) yang berjudul “konseling logoterapi untuk meningkatkan kebermaknaan hidup lansia”
          Menjadi tua adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari. Saat memasuki periode lansia, menjadi seseorang yang lebih berarti dalam hidup tampaknya sangat penting. Lansia akan menghadapi berbagai persoalan yang terkait dengan beberapa perubahan yang dialami lansia, yaitu perubahan dalam aspek fisik, kognitif, dan psikososial. Hal tersebut akan menimbulkan berbagai dampak bagi lansia, salah satunya ialah perasaan tidak bermakna dalam hidup yang dapat menyebabkan terjadinya gejala fisik. Subjek ialah lansia yang mengalami ketidakbermaknaan hidup dan berdampak pada gejala fisik.
      Berdasarkan hasil analisis dari kasus diatas menunjukkan bahwa konseling logoterapi dapat meningkatkan kebermaknaan hidup pada lansia. Konseling logoterapi diberikan pada subjek karena konseling ini merupakan konseling yang diberikan pada individu yang mengalami ketidakjelasan makna dan tujuan hidup. Hal tersebut menyebabkan subjek mengalami kehampaan dan kehilangan gairah hidup. Konseling logoterapi juga diberikan pada subjek karena konseling ini tidak diterapkan untuk kasus patologis berat yang membutuhkan psikoterapi. Selain itu, konseling logoterapi memiliki karakteristik jangka pendek, berorientasi masa depan dan berorientasi pada makna hidup (Bastaman, 2007).
          Dalam pendekatan humanistik eksistensial, subjek mengalami neurosis noogenik yaitu gangguan yang disebabkan tidak terpenuhinya keinginan subjek untuk hidup bermakna, gangguan tersebut berupa beberapa keluhan fisik yang dialami subjek. Penanganan yang diberikan pada subjek ialah konseling logoterapi dengan menggunakan metode dereflection.Metode ini memanfaatkan kemampuan transendensi diri yang terdapat pada setiap individu dewasa seperti subjek dimana subjek diarahkan untuk tidak memperhatikan kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan (Bastaman, 2007). Melalui metode tersebut subjek lebih memperhatikan hal-hal yang positif dan bermanfaat dan mengalami perubahan sikap, yaitu dari sikap yang terlalu memperhatikan diri menjadi sikap yang memiliki komitmen terhadap suatu yang penting bagi subjek. Dalam kasus ini, hal yang penting bagi subjek ialah menentukan tujuan hidup dan menemukan makna hidupnya kembali. Metode dereflection lebih adaptif untuk dilakukan, dimana subjek lebih mudah menerima kondisi dirinya, karena metode tersebut tidak membutuhkan banyak hal yang berkaitan dengan kontrol terhadap pribadinya sebagai seorang lansia. Melalui metode dereflection, subjek dapat melihat hal yang berarti dalam kehidupan mereka dan dapat mengatasi kehampaan eksistensial yang dialaminya. Konseling logoterapi membantu subjek untuk menemukan sendiri makna hidupnya, menyadari bahwa mereka memiliki kebebasan dalam menentukan pilihan hidup dan bertanggung jawab terhadap pilihan hidup tersebut (Sugioka, 2011).
      Hasil dari konseling logoterapi ini didukung oleh kemauan dan motivasi subjek untuk meningkatkan kebermaknaan hidupnya serta dukungan dari anggota keluarga subjek. Istri subjek menyatakan bahwa terdapat perubahan subjek ke arah yang lebih baik berkaitan dengan sikapnya terhadap istri dan anak-anak subjek. Istri subjek tidak lagi menemui kebiasaan subjek untuk memeriksakan kondisi fisiknya secara berlebihan ke puskesmas. 
        Istri subjek juga menyatakan bahwa subjek kini lebih dapat mengendalikan emosi daripada sebelumnya. Selain dari proses konseling logoterapi, peningkatan kondisi subjek tersebut dipengaruhi oleh pihak lain, yaitu penjelasan dari saudara subjek yang berprofesi dokter yang dapat meyakinkan subjek bahwa gejala fisik yang dikeluhkannya bukan merupakan gejala dari penyakit kronis tertentu. Serta percakapan yang sering dilakukan subjek dengan temannya dimana subjek diajarkan untuk mengubah sikapnya dalam menjalani hidup dan dalam menyikapi orang lain. Subjek menyadari bahwa masukan dari dua pihak tersebut serta proses konseling yang telah dilakukan memiliki manfaat yang besar terhadap dirinya untuk menjadi lebih baik di waktu yang akan datang.
      Selanjutnya berdasarkan Kuesioner Kebermaknaan Hidup yang diisi oleh subjek, terdapat perbedaan yang signifikan pada beberapa poin di awal konseling dengan di akhir konseling. Hal tersebut menunjukkan bahwa subjek belum menemukan tujuan hidupnya sebelum diberikan konseling dan telah mampu menentukan tujuan hidupnya secara jelas setelah diberikan konseling, yaitu dapat membahagiakan keluarga, dapat bermanfaat bagi orang lain, serta lebih dekat dengan Tuhan. Pada poin lain juga terdapat perbedaan yang signifikan, dimana hasil pengisian kuesioner menunjukkan bahwa pada awal konseling subjek belum menemukan makna hidupnya dan pada akhir konseling subjek telah menemukan makna hidupnya. Sedangkan hasil pengisian kuesioner secara keseluruhan, kondisi subjek menunjukkan adanya perubahan pada awal dan akhir konseling. Subjek telah mampu menentukan tujuan hidupnya secara jelas dan telah menemukan makna hidupnya kembali.
           Selama proses konseling logoterapi, peneliti dan subjek memiliki hubungan yang akrab, terbuka, saling menghargai, memahami dan menerima, sehingga proses konseling dapat dilakukan secara fleksibel. Konseling bersifat direktif dimana peneliti memberikan pengarahan pada subjek mengenai hal-hal yang dapat dilakukan subjek sebagai proses untuk menemukan makna hidupnya. Peneliti berperan sebagai participating partner yang menarik keterlibatan dengan subjek sedikit demi sedikit setelah subjek mulai menyadari dan menemukan makna hidupnya (Bastaman, 2007).
         Keterbatasan dalam penelitian ini ialah faktor eksternal yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti, yang kemungkinan dapat mempengaruhi hasil konseling. Faktor eksternal tersebut ialah pengaruh dari keluarga, saudara, serta sahabat subjek. Keluarga, terutama istri subjek, memberikan dukungan setiap saat agar subjek dapat menerima kondisi fisiknya dan menjalani hidup dengan lebih tenang. Selama proses konseling, keluarga mendukung subjek untuk melakukan hal-hal yang positif dan bermanfaat sehingga kebermaknaan hidup subjek meningkat. Saudara subjek yang berprofesi dokter juga memberikan pengaruh terhadap hasil konseling. Saudara subjek tersebut melakukan pemeriksaan terhadap kondisi fisik subjek dan tidak menemukan kemungkinan yang mengarah pada penyakit kronis tertentu. Saudara subjek menjelaskan bahwa gejala fisik yang dialami subjek akibat kondisi fisik subjek yang mengalami penurunan karena memasuki masa lansia, dan meyakinkan bahwa subjek tidak perlu mengkhawatirkan gejala-gejala tersebut. Selanjutnya sahabat subjek yang sering melakukan percakapan dengan subjek juga memberikan dukungan pada subjek. Ia meyakinkan bahwa subjek dapat memiliki kehidupan yang lebih tenang dengan menerima kondisi fisiknya yang menurun. Sahabat subjek yang mengalami kelumpuhan tersebut menyampaikan bahwa ia dapat menjalani hidupnya dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat, sehingga ia berharap subjek dengan kondisi fisik yang lebih baik juga dapat melakukan hal-hal yang bermanfaat.
      Diharapkan setelah konseling dihentikan, subjek dapat mempertahankan atau meningkatkan kebermaknaan hidupnya sehingga menjadi pribadi yang lebih terbuka dan menyenangkan, bersedia melakukan pengalaman baru (Reker & Woo, 2011), selalu memiliki harapan menjadi lebih baik dan bersedia untuk memperbaiki diri, berguna dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar (Bastaman, 2007). Selain itu, sebagai proses meningkatkan kebermaknaan hidupnya, subjek diharapkan dapat mempertahankan ketertarikan, aktivitas, dan interaksi sosial selama periode lansia (Feldman, 2003) serta mampu menemukan makna yang positif dari kehidupan dan kematian, bahkan dalam kondisi fisik yang tidak baik, seperti penurunan fungsi tubuh (Wong, 2007).

Kondisi Subjek Sebelum Dan Setelah Konseling
Sebelum konseling
1.     Subjek sering mencari pelayanan medis karena merasakan berbagai keluhan fisik: sakit kepala (pusing), punggung kaku, nyeri di persendian tangan & kaki, dada sesak, perut kembung, lambung perih, lemah pada bagian kaki, suara serak
2.     Subjek tidak dapat menerima kenyataan bahwa keadaan keluarga tidak tercukupi secara finansial karena subjek tidak mampu memberikan nafkah bagi keluarganya
3.     Subjek menjadi mudah marah dan merasa tidak dihormati sebagai kepala keluarga karena istri dan anak-anaknya sering tidak menuruti perkataan subjek
4.     Permasalahan yang dihadapi subjek membuatnya merasa tidak berharga, merasa tujuan hidupnya tidak terpenuhi dan merasa hidupnya tidak bermakna

Pemberian intervensi
Konseling logoterapi diberikan dalam 4 langkah, yaitu:
1. Mengambil jarak atas gejala (distance from symptoms) dimana konselor membantu menyadarkan subjek bahwa gejala sama sekali tidak identik dan mewakili diri subjek, namun semata-mata merupakan kondisi yang dialami dan dapat dikendalikan
2. Modifikasi sikap (modification of attitude) dimana konselor membantu subjek untuk mendapatkan pandangan baru atas diri dan kondisinya, selanjutnya subjek menentukan sikap baru untuk menentukan arah dan tujuan hidupnya
3. Pengurangan gejala (reducing symptoms) dimana konselor menggunakan teknik logoterapi
berupa dereflection untuk menghilangkan atau mengurangi dan mengendalikan gejala pada subjek
4. Orientasi terhadap makna (orientation toward meaning) dimana konselor bersama subjek membahas bersama nilai-nilai dan makna hidup yang secara potensial ada dalam kehidupan subjek, memperdalam dan menjabarkannya menjadi tujuan- tujuan yang lebih konkrit.

Setelah konseling
1. Keluhan yang dirasakan subjek telah berkurang dan mampu diabaikan oleh subjek sehingga tidak memenuhi kriteria diagnosa untuk gangguan psikologis
2. Subjek telah mampu menerima kondisi bahwa ia tidak mampu memberikan nafkah bagi keluarganya dan lebih memperhatikan hal-hal yang dapat dilakukannya untuk membahagiakan keluarganya
3. Subjek dapat mempertahankan pengendalian emosi yang telah berhasil dilakukannya agar dapat terus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari
4. Pernyataan dari anggota keluarga bahwa terdapat perubahan subjek ke arah yang lebih baik berkaitan dengan sikapnya terhadap anggota keluarga
5. Subjek telah memiliki tujuan hidup, yaitu membahagiakan dan mensejahterakan keluarga meski tidak berupa materi, dapat bermanfaat bagi orang lain, dan lebih dekat dengan Tuhan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar